Minggu, 10 Agustus 2008

Setuju Koruptor Diborgol

Saya setuju seratus persen koruptor diborgol dan diberi baju khusus. Biar malu (kalau masih punya kemaluan).
Tetapi saya agak pesimistis. Mungkin koruptor kecil-kecilan kelas kampung masih bisa malu. Koruptor kelas kakap ? Wah, jangan-jangan mereka itu bukan manusia lagi sehingga tak lagi punya perasaan. Tetap percaya diri meski telah ''membunuh'' sekian rakyat kecil gara-gara perbuatannya.
Celakanya, biasanya ada kongkalikong dengan aparat penegak hukum lainnya sehingga ada skenario aman. Penyidikan berhenti pada orang-orang tertentu yang sengaja dikorbankan.
Jadi, saya rasa hukuman mati lebih tepat. Kalau cuma diborgol dan diberi baju khusus, orang-orang itu sudah kebal !

Kamis, 07 Agustus 2008

Negeri Koruptor

Negeri ini pantas disebut Negeri Koruptor. Sudah ada pengadilan, kejaksaan, kepolisian, badan-badan pengawas atau inspektorat internal instansi dari pusat sampai daerah, masih ditambah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi korupsi tak pernah berkurang. Bahkan cenderung menggila.
Media massa beberapa waktu terakhir dihiasi berita kasus korupsi berjamaah di lembaga wakil rakyat, Kejaksaan Agung, serta para kepala daerah. Heran, sudah jelas bukti berbicara tetapi hampir semua seperti tak merasa korupsi. Sandiwara tingkat tinggi, tebal muka, atau .... bebal mereka itu ?!
Pejabat di Kejaksaan Agung yang pembicaraan teleponnya tersadap KPK bisa-bisanya berkilah. Sudah sebobrok itukah salah satu garda terdepan keadilan di negeri ini ? Semua seperti bisa dimain-mainkan. Kurang ajar betul pejabat itu. Tak tahu malu, atau memang sudah tak punya ''kemaluan'' ?!

Senin, 04 Agustus 2008

Orang-orang Kejam

Kita tak habis mengerti, tetapi sekaligus mencoba memahami. Apa yang ada di benak Ryan, Rio Martil, almarhumah Sumarsih, almarhum Sugeng, dan masih panjang lagi kalau disebutkan satu per satu ?
Di tangan mereka nyawa orang begitu tak berharga. Atau justru begitu berharga sehingga harus dilenyapkan ?!
Untuk memahami dan mengerti memang membutuhkan pengetahuan lintas dimensi. Ada psikologi, kriminologi, atau bahkan hal-hal di luar nalar semacam mistik dan kegilaan.
Namun yang jelas peristiwa itu nyata dan sambung menyambung. Terakhir, seorang anggota Linmas di Menteng, Jakarta begitu telengas menghilangkan nyawa tiga orang sekaligus -- suami istri dan pembantunya -- gara-gara pusing memikirkan utang yang ''cuma'' Rp 2,5 juta.
Pantaskah kita sebut mereka sebagai orang-orang kejam ketika sebagian dari kita tak sadar telah bersikap serta bertindak ''kejam'' dengan mengabaikan dan tak mengacuhkan orang-orang tertekan, terpinggirkan, dan terdesak yang mungkin sebenarnya hanya butuh simpati atau empati.
Tidakkah kita sesungguhnya yang menciptakan orang-orang semacam Ryan dan Rio dalam sebutan kita menjadi sosok ''mengerikan'', ''jagal'', ''tak berperikemanusiaan'', dan sebagainya ?
Kalau saja kita mau sedikit peduli, memberikan sepercik perhatian, mengulurkan jari tangan, menyapa, dan mendengar, barangkali tak perlu ada orang-orang nekat dan gelap mata sehingga tega menebas hak hidup orang lain yang dianggap meminggirkan, menekan, tak memberi harapan, dan menyengsarakan.
Kalau kita merasa sebagai orang beragama dan ber-Tuhan, jangan tunggu lama-lama, marilah mulai memperhatikan orang-orang di sekeliling kita yang lemah, tersudutkan, tak berdaya, papa, dan miskin.
Mungkin itu salah satu obat untuk mengatasi kemunculan orang-orang yang kita sebut KEJAM.