Jumat, 28 Maret 2008

Presiden Mengeluh

Dalam suatu kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluh kurang lebih begini: jadi presiden itu melelahkan dan dihadapkan pada situasi serbatidak enak.
Saya berkomentar dalam hati: kok baru sekarang sadar, tidak ketika akan mencalonkan diri dulu ?
Padahal banyak orang yang merasa mampu duduk di kursi presiden menunjukkan syahwatnya, baik secara terang-terangan maupun agak malu-malu kucing.
Yaaaa .... kalau tidak capek dan serbaenak namanya bukan presiden, tetapi raja yang hanya suka memerintah dan minta dilayani.
Rakyat memilih seseorang jadi presiden karena berharap besar orang pilihannya itu akan mampu memimpin menuju masa depan yang cerah, sejahtera, dan tentu saja aman damai.
Jadi presiden atau pemimpin apapun memang tidak enak, tidak ringan, dan tidak gampang. Sebab, pemimpin sejati sesungguhnya adalah pelayan rakyatnya, bukan minta dilayani rakyatnya. Pelayan dalam konteks ini bermakna lebih besar dan luas.
Kami memilih presiden bukan bermaksud menjadikan sebagai raja, melainkan sosok yang bisa memimpin bangsa ini menuju kemajuan. Bukan jalan di tempat dan berputar-putar dari satu wacana ke wacana-wacana lain.
Tugas presiden beserta para pembantunya di kabinet adalah bekerja, bekerja, bekerja ..... dan bekerja keras untuk mewujudkan janji yang diemban sekaligus cita-cita rakyatnya.
Jika presiden mengeluhkan tugasnya, kami bisa menilai macam apa orang yang dipilih oleh mayoritas rakyat empat tahun lalu itu.
Jadi, pantaskah sampeyan kembali mencalonkan diri ? Baru tahu ya jadi presiden tidak enak ?

Kamis, 27 Maret 2008

Ibu Membunuh Anaknya

Seorang ibu di Pekalongan membunuh kedua anaknya. Kasus tragis serupa sebelumnya juga terjadi di Malang, Jakarta, dan Jabar.
Ada apa sebenarnya ? Benarkah masyarakat kita sakit ? Atau, tekanan ekonomi benar-benar tak lagi tertahankan oleh sebagian masyarakat yang termasuk kelompok miskin ?
Masih perlu penelitian dan pengkajian secara mendalam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lebih penting lagi, kalau benar dugaan penyebabnya adalah masalah ekonomi, itu menjadi tugas pemerintah. Sekali lagi itu tugas pemerintah !
Sebagai upaya awal untuk mencegah kejadian tersebut terulang lagi, budaya gotong royong dan guyub antartetangga penting kembali digalakkan.
Saat ini ada kecenderungan orang menjadi individualistis dan egoistis. Begitu masuk pekarangan, sudah menjadi urusan pribadi.
Mulai jarang terjadi interaksi antarwarga, barangkali karena kesibukan kerja masing-masing yang makan waktu hampir seharian. Berangkat subuh pulang lepas isya.
Lewat interaksi intim sebagaimana masa-masa dahulu, ada semacam katarsis mengatasi berbagai persoalan hidup. Dengan bicara atau curhat pada orang lain, kalaupun belum menemukan solusi, minimal beban akan terasa ringan.
Orang-orang yang menderita tekanan batin sangat membutuhkan simpati, bahkan empati. Semangat tolong menolong perlu ditumbuhkan lagi.

Selasa, 25 Maret 2008

Tak Pernah Mau Belajar, Mau Enaknya Saja

Cukup banyak predikat yang disandang bangsa ini. Antara lain bangsa yang mudah lupa, dan saya tambahi lagi dengan bangsa yang tak pernah mau belajar serta mau enaknya saja.
Banyak peristiwa, khususnya yang buruk, yang bisa dijadikan pelajaran dan pengalaman ke depan. Namun sayangnya sebagian besar atau bahkan hampir seluruh komponen bangsa yang katanya besar ini tak punya kemauan belajar.
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), huru hara Mei 1998, tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, lumpur Lapindo di Sidoarjo, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Rentetan peristiwa pahit itu begitu ganti tahun akan segera terlupakan. Kesalahan-kesalahan serupa kemudian diulangi lagi, seolah-olah bangsa ini adalah keledai yang tak bosan-bosan berbuat salah.
Di samping itu, bangsa ini mau enaknya sendiri. Ketika menghadapi kesulitan sering menyalahkan pihak atau bangsa lain. Celakanya, lalu membanding-bandingkan dengan orde masa lalu.
''Sekarang hidup sulit, lebih enak ketika Orde baru dulu, walaupun kurang merdeka mencari sesuap nasi masih gampang.''
Itulah salah satu ungkapan yang sering muncul. Sedih rasanya mendengar keluhan semacam itu.
Setiap era ada tantangannya tersendiri. Kalau tidak mau susah, ya tidur saja sembari berharap semoga mimpi indah: hidup enak seperti pada zaman Orde Baru !

Senin, 24 Maret 2008

Pemimpin

Pesan almarhum Bapak masih terngiang-ngiang hingga sekarang. ''Sebelum memimpin orang lain, pimpinlah diri sendiri terlebih dulu''.
Itulah nasihat seorang guru SD yang nilainya amat tinggi sebagai filosofi. Disarikan dari pengalaman dan pergulatan hidup sekian lama.
Pesan berupa nasihat itu saya kira relevan dengan keadaan sekarang ketika negeri ini seperti selalu salah dalam mencari dan menemukan pemimpin.
Sang pemimpin yang digadang-gadang bisa membawa kemaslahatan ternyata tidak memenuhi harapan.
Ada yang hanya hobi ngomong, suka mempraktikkan prinsip trial by error seolah-olah negeri ini punya mbahnya, diam melulu atau hanya mesem-mesem, dan sebagainya.
Ada sekolah formal pemimpin tetapi tak menjamin lulusannya menjadi pemimpin yang benar-benar mampu memimpin.
Banyak calon pemimpin disiapkan lewat organisasi kemasyarakatan, kampus, dan partai politik, tetapi ketika duduk di kursi pemimpin seperti lupa apa yang mesti dilakukan.
Memimpin masih sering diartikan bagaimana memanfaatkan kedudukan beserta segala fasilitasnya serta memperdaya yang dipimpin.
Di sinilah ungkapan ''pimpinlah diri sendiri sebelum memimpin orang lain'' menemukan inti maknanya.
Pada kalimat itu ada semangat mawas diri apakah layak untuk menduduki posisi sebagai pemimpin.
Pemimpin dalam konteks persoalan ini bisa ketua RT, manajer, direktur perusahaan, hingga kepala negara dan pemerintahan.
Teori kepemimpinan bisa dipelajari oleh siapa saja, namun tidak semua pantas menjadi pemimpin.
Ada banyak kriteria seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin. Jika dirangkum cukup dengan kata-kata: melayani dan mau berkorban !
Bukan pemimpin kalau bersemangat korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bukan pemimpin jika melalaikan rakyat. Bukan pemimpin kalau suka marah-marah dan tersinggung. Bukan pemimpin jika hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya.
Jadi, Anda bisa menilai orang-orang yang sekarang menjadi pemimpin apakah pemimpin dalam arti sesungguhnya.

Sabtu, 22 Maret 2008

Orang-orang Serakah

Saya tak bisa membayangkan andai memegang uang senilai Rp 6 miliar karena tampaknya tidak akan pernah mengalami.
Jika uang itu terdiri atas pecahan seribu rupiah, berapa meter tumpukannya ? Kalau dibelikan kerupuk, kira-kira dapat berapa biji ya ......
Dulu, ketika masih kecil orang tua sering mengingatkan agar tidak serakah. Kebetulan saudara banyak.
Tetapi namanya anak-anak, selalu saja bikin ulah. Ada yang menyembunyikan jatah saudara, merebut, atau bahkan merampas.
Itulah mungkin yang terjadi di negeri ini. Korupsi tak mati-mati ! Bahkan lembaga yang semestinya mencegah, menindak, dan mengawal slogan antikorupsi ternyata disusupi orang-orang yang hobi korupsi.
Barangkali korupsi berawal dari sifat serakah. Sudah punya banyak masih pengin yang lebih banyak lagi.
Keinginan susah dikendalikan. Orang tak akan pernah merasa cukup atas apa yang sudah dimiliki. Ingin yang lebih, lebih, dan lebih.
Bisa pula korupsi berawal dari rasa lapar dan haus serta ''miskin''. Begitu ada kesempatan, rasa lapar dan haus itu hendak dituntaskan.
Celakanya, seringkali lapar dan haus tak bisa sembuh. Bahkan cenderung terus bertambah parah.
Soal ''miskin'', bisa miskin harta, miskin kearifan, miskin rohani, serta masih banyak miskin-miskin yang lain.
Intinya memang bagaimana menaklukkan serakah, rasa lapar dan haus, dan ''miskin'' itu. Kalau tidak, jangan harap korupsi bakal mereda.
Jangan-jangan saya termasuk orang-orang serakah itu ........

Kamis, 20 Maret 2008

Bosan pada Wacana dan yang Tua-tua

Saya kian sering bertanya-tanya. Apakah negeri ini tidak punya calon pemimpin muda yang tidak hanya suka berwacana.
Lihatlah, nama-nama calon presiden yang muncul itu-itu saja. Tua-tua dan membosankan. Ada yang hanya pintar berwacana, mantan jenderal yang meragukan, emak-emak yang ketika duduk di kursi presiden diam melulu, sampai ''orang gila'' yang terpeleset jadi presiden.
Tidak adakah orang muda dengan pikiran segar dan progresif ? Bagaimana itu organisasi massa dan partai politik yang salah tugasnya adalah menciptakan calon-calon pemimpin masa depan ?
Apakah orang-orang muda brilian segan menampakkan diri atau sengaja ''diinjak'' yang tua-tua itu ?
Negeri ini butuh orang muda-muda, bukan orang tua-tua yang cenderung konservatif dan lebih suka defensif serta banyak omong !!

Rabu, 19 Maret 2008

Seperti Mengurus becak

Sudah lama saya menduga, perusahaan penerbangan AdamAir dan sejenisnya tidak akan berumur panjang. Meski bukan orang kaya dan tidak sering-sering amat memanfaatkan jasa penerbangan, iming-iming tarif murah itu mengundang kecurigaan besar.
Tak mungkin hanya memangkas atau menghilangkan biaya konsumsi penumpang. Pasti ada pos-pos lain yang dikorbankan demi menciptakan tarif miring, bahkan tak masuk akal, itu. Jangan-jangan perawatan pesawat dan faktor-faktor keselamatan penumpang juga dikorbankan.
Ketika ditanya teman atau saudara kenapa saya fanatik pada salah satu perusahaan penerbangan nasional tertua dan bertarif ''mahal'', saya belum bisa menjawab disertai hitungan-hitungannya secara detail dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan penerbangan baru yang murah meriah itu.
Pokoknya, saya merasa aman ! Itulah jawaban saya. Tak sedikit yang mengolok-olok saya orang sok, karena saat banyak pilihan penerbangan murah mau-maunya bertindak ''bodoh'' dengan tetap loyal pada perusahaan penerbangan yang tarifnya memang tinggi.
Sekarang terbukti, betapa bobrok manajemen penerbangan murah itu. Setelah AdamAir diteliti ternyata mereka mengabaikan keselamatan penumpang. Ngeri ketika ingat salah satu pesawatnya hilang beserta seluruh awak dan penumpangnya, serta hingga kini tak ketahuan rimbanya.
Orang boleh bilang bahwa hidup dan mati di tangan Tuhan. Kalau sudah takdir, tak usah naik pesawat terbang, di tempat tidur pun sewaktu-waktu bisa dipanggil menghadap Dia.
Tetapi saya yakin kita diberi hak sekaligus kewajiban untuk mengupayakan dan mengantisipasi agar semua berjalan baik dan selamat !
Jadi, betapa tolol ada orang mengurus usaha jasa penerbangan seperti mengurus becak. Murah murah, siapa saja bisa terbang (tetapi gue enggak jamin keselamatan elu!).

Selasa, 18 Maret 2008

Awas, Krisis Pangan

Berdasarkan berbagai kajian mutakhir, gejala yang mengarah pada krisis pangan tahun ini kian menguat. Beberapa pakar menyebutkan krisis global yang akan terjadi bukan akibat harga minyak bumi yang melejit di atas 100 dolar AS/barel, melainkan karena ketersediaan pangan.
Krisis pangan diperkirakan menjadi krisis terbesar di abad ini dan menimpa banyak negara, termasuk Indonesia. Persediaan yang terbatas membuat harga berbagai komoditas pangan bisa menembus level yang mengkhawatirkan.
Harga beras, kedelai, jagung, dan gandum diperkirakan mencapai rekor tertinggi. Demikian juga bahan pangan lainnya.
Persediaan beras dunia akan mencapai titik terendah yang mendorong harganya menyentuh tingkat tertinggi selama 20 tahun terakhir, sedangkan persediaan gandum berada di tingkat paling rendah dalam 50 tahun ini.
Harga bahan pangan melonjak drastis sekitar 75% dibandingkan dengan harga pada tahun 2000, bahkan beberapa komoditas dimungkinkan melewati 200%. Namun lonjakan harga bahan pangan itu dipastikan tak akan dinikmati oleh petani kita, tetapi petani di negara-negara maju.
Dengan penguasaan lahan kurang dari 0,3 ha dan sebagian besar buruh tani, justru merekalah yang menanggung beban berat.
Di Tanah Air saat ini perkembangan harga pangan menuju titik kesetimbangan baru. Setelah terjadi gejolak sejak beberapa waktu lalu, harga akan berada pada kestabilan yang sangat mungkin lebih tinggi dari sebelumnya.
Minyak goreng, contohnya, selama periode Januari 2006-Januari 2007 rata-rata Rp 5.500/liter dengan fluktuasi Rp 5.000-Rp 6.500/liter. Setelah gejolak bisa saja harganya akan menyentuh level Rp 10.000/liter. Itu baru minyak goreng, belum lagi ditambah dengan bahan pangan lain semisal beras, terigu, dan gula. Di sisi lain, tingkat pendapatan masyarakat cenderung tetap, bahkan turun digerus inflasi.
Keseimbangan baru terbentuk akibat terjadi perubahan pada kekuatan pasokan produsen dan permintaan konsumen. Permintaan meningkat secara global antara lain karena ada beberapa jenis bahan pangan dimanfaatkan untuk pengembangan energi alternatif.
Misalnya ketela pohon dan kelapa sawit yang dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Apalagi sejak beberapa waktu lalu isu bahan bakar ramah lingkungan terus berembus kuat yang didukung oleh negara-negara maju serta produsen kendaraan dan peralatan bermesin. Persaingan sengit antara pangan dan bahan bakar bakal terjadi.
Jika tak ada antisipasi dan kerja keras pemerintah, krisis pangan yang kini sudah mulai membayangi itu akan menyebabkan perekonomian terpuruk makin parah. Selanjutnya, muncul orang-orang miskin baru dan yang paling mengerikan adalah kurang gizi dan gizi buruk merajalela.
Akan muncul generasi yang hilang karena banyak anak balita tak tercukupi standar kebutuhan gizinya supaya bisa berkembang normal baik secara fisik, otak, maupun mental. Data Unicef menyebutkan tahun 2006 ada 2,3 juta balita menderita gizi buruk dan 5 juta kurang gizi. Kalau krisis pangan tak terelakkan, jumlahnya dipastikan naik berlipat-lipat.
Kesiapan masyarakat berpendapatan rendah untuk menghadapi keseimbangan harga pangan yang lebih tinggi amat ditentukan oleh berbagai program untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Kebijakan perdagangan jangka menengah dan panjang diarahkan untuk memperbaiki distribusi komoditas pangan. Perbaikan itu meliputi jalur distribusi fisik dan logistik, antara lain transportasi. Pengembangan pasar komoditas berjangka dan instrumen resi gudang bisa meredam gejolak harga serta memberdayakan petani.
Di samping itu, subsidi langsung tunai dinilai lebih tepat sasaran dibandingkan dengan subsidi pangan.



Pada awalnya adalah ide .......

Semua berawal dari kepala.
Buah-buah di dalamnya bagai cahaya.
Tak terhalangi apapun untuk bersinar.
Menelusuri relung-relung.
Tanpa batas.